Menyoal Gerakan NU, Kombinasi Generasi Tua dan Generasi Muda

Menyoal Gerakan NU, Kombinasi Generasi Tua dan Generasi Muda

MEDIA IPNU
– Gerakan Nahdlatul Ulama (NU) bertujuan untuk mewujudkan kebaikan-kebaikan dan menghindari mafsadat atau kerusakan dalam masyarakat. Karena itu sebuah gerakan akan berhasil jika terdapat kombinasi, harmonisasi antara generasi tua dengan generasi muda.

Kedua generasi ini memiliki peranan sesuai dengan potensinya masing-masing. Generasi tua umumnya sudah memiliki amal atau pengalaman yang banyak, sedangkan yang muda masih memiliki semangat dan idealisme yang tinggi.

Gerakan NU dalam sejarah terlihat sinergi yang tua dan yang muda, seperti Hadratus Syekh KH M Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar dan H Hasan Gipo selaku Ketua Tanfidziyah. Kemudian antara Mbah KH Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais Aam dengan KH Mahfudz Sidiq sebagai Ketua Tanfidziyah.

Begitu juga antara Mbah KH Abdul Wahab Hasbullah dengan KH Abdul Wahid Hasyim. Bahkan, KH Abdul Wahid Hasyim ketika menjadi Ketua Umum PBNU dalam usia 30-an. Beliau masuk ke Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) ketika berusia 25 tahun, dan memimpin MIAI mulai usia 26 tahun. Ketika Muktamar ke-27 tahun 1984 juga menghasilkan komposisi kepengurusan yang ideal. Dalam gerakan NU waktu itu Mbah KH Achmad Sidiq sebagai Rais Aam dan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai Ketua Umum.

Kolaborasi antara yang tua dan yang muda akan membentuk sebuah sinergi. Dalam struktur kepengurusan NU, yang tua duduk di mustasyar dan syuriyah. Mustasyar adalah penasehat, sedangkan syuriyah adalah institusi yang berwenang mengarahkan, mengendalikan dan membina jalannya jamiyah NU.

Mustasyar dan Syuriyah terdiri dari ulama dan tenaga ahli yang berfungsi sebagai pemimpin. Sedangkan tanfidziyah adalah pelaksana kebijakan syuriyah. Karena itu tanfidziyah menjalankan fungsi manajemen, mulai dari perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, dan evaluasi bersama-sama badan otonom (banom) dan lembaga-lembaga di lingkungan NU sebagai perangkat jam’iyyah NU.

Setelah tanfidziyah membuat perencanaan, diajukan dulu kepada Syuriyah untuk mendapatkan legalitas dari berbagai aspek. Setelah itu baru dikoordinasikan bersama banom dan lembaga intern NU, dilaksanakan dan dievaluasi hasilnya secara berkesinambungan. Idealnya tanfidziyah diisi oleh generasi muda karena tugas-tugas manajemen tidak bisa dilakukan ‘di belakang meja’, melainkan harus rajin turun ke ‘lapangan’ sehingga ia menguasai data, tidak sekadar mengandalkan laporan dari staf jajaran di bawahnya.

Di samping itu konsolidasi organisasi merupakan tugas pokok pada setiap kepengurusan NU pada semua tingkatan. Juga kepada jejaring pondok pesantren salafiyah annahdliyah. Hal ini membutuhkan perhatian dan energi yang tidak sedikit, karena luasnya Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Bahkan juga harus menjalin komunikasi dengan dunia internasional, karena keberadaan NU yang sudah mendunia sejak awal kelahirannya dengan komite hijaz. Tugas-tugas tersebut memang tidak ringan. Karena itu selain diperlukan kader yang berwawasan luas, berintegritas, juga berani berkurban harta, jiwa dan raga.

Selain itu juga diperlukan kemampuan membangkitkan kembali spiritualitas NU, karena selama ini kehadiran NU selalu memberikan solusi atas persoalan bangsa dan negara, bahkan dunia dengan peranan signifikan dari generasi terdahulu. Amal shalih generasi terdahulu adalah bagi mereka. Yang perlu dilakukan generasi sekarang adalah mengukir sejarah untuk masa sekarang dan mendatang.

Dalam rangka memperkuat spiritualitas, tentu sangat relevan nasehat mereka, “hendaknya jangan merasa mampu, namun mampulah merasa”. Merasakan bagaimana lezatnya berdzikir dan berpikir untuk kehidupan yang lebih baik, bekerja untuk keadilan dan kemakmuran bersama, bukan dengan zero sum game, atau tiji tibeh, mati satu mati semua. Sebagaimana penegasan Rais Aam PBNU tahun 1984-1991 Mbah KH Achmad Sidiq bahwa NU menghimpun kekuatan bukan untuk menandingi atau melawan kekuatan yang ada, melainkan mengajak kekuatan yang ada untuk bersama-sama menjalankan kebaikan dan menolak mafsadat atau kerusakan. Wallahu a’lam bisshawab.

Oleh: H Mohamad Muzamil (Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah)

______________________________________________

Artikel ini telah rilis di NU Online Jateng  tanggal 5 November 2021 dengan judul Menakar Kepemimpinan NU.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama