Masuk Era Disrupsi, Generasi Z Perlu Sikap "KAJIP"

Masuk Era Disrupsi, Generasi Z Perlu Sikap "KAJIP"

MEDIA IPNUMasuk Era Disrupsi, Generasi Z Perlu Sikap ‘KAJIP’. Telegraf ialah alat komunikasi pertama pada tahun 1809. Alat itu diperkenalkan oleh Samuel F. B Morse dan telah menggemparkan dunia pada masanya. Telegraf menjadi salah satu bukti adanya perkembangan teknologi di bidang komunikasi. Seiring berjalannya waktu, telegraf terus bermetamorfosis menjadi telepon berbentuk corong, telepon rumah, telepon genggam, dan sampai sekarang (yang selalu dibawa oleh setiap orang) berkembang menjadi smartphone.

Tidak dapat dipungkiri eksistensi teknologi memang tidak akan pernah ada habisnya dan selalu berkembang pesat. Teknologi tidak hanya berkembang di bidang komunikasi, sekarang ini teknologi sudah merambah ke bidang ekonomi, sampai pendidikan.

Perkembangan teknologi yang pesat tidak lepas kaitannya dari generasi muda yang ada. Pola pikir yang kreatif, inovatif, oleh para generasi muda telah banyak menghasilkan produk-produk inovatif yang sudah banyak digunakan setiap orang. Contohnya saja media sosial. Jika saja dulu salah satu pembuat situs media sosial facebook Mark Zuckerberg tidak mengenalkan facebook pada dunia, mungkin orang-orang tidak akan mengenal media sosial. Padahal saat itu Mark Zuckerberg masih berstatus mahasiswa jurusan Psikologi di Universitas Harvard.

Bukan hanya facebook, masih ada banyak lagi media sosial yang digagas oleh para generasi muda. Hal ini sudah menjadi salah satu bukti bahwa generasi muda telah turut serta merubah ranah dunia menjadi serba canggih.

Pergeseran zaman dari masa yang dulunya kolonialisme tanpa teknologi, hingga kini yang semuanya penuh teknologi telah banyak membuat perubahan yang sangat berbeda. Waktu kini tidak terasa telah membawa peradaban yang di kemudian dinamakan Era Disrupsi. Sebuah perubahan fundamental di berbagai bidang akibat masuknya inovasi-inovasi terbarukan.

Era industry 4.0 adalah salah satu hasil yang terbentuk akibat derasnya inovasi yang tercipta, di mana segalanya berbasis internet of thing. Fenomena ini menggeser struktural bidang yang telah ada sebelumnya. Menumbangkan produk-produk lama yang tidak lagi sejalan dengan arusnya. Pada akhirnya, industri yang tidak mampu bertahan menyainginya akan tumbang. Tergantikan dengan teknologi yang lebih inovatif.

Terkikisnya tenaga kerja manusia adalah salah satu dampak yang dihasilkan karena disrupsi era di bidang ekonomi. Pekerjaan yang dulunnya dilakukan oleh manusia lama kelamaan mulai digantikan oleh mesin. Misalnya saja, munculnya situs belanja online seperti bukalapak, atau shopee, membuat customer mudah mengakses barang-barang yang ingin dibeli, tanpa harus pergi ke toko karena barang dari situs online akan diantar ke tempat customer.

Kelebihan yang ditawarkan sistus belanja online ternyata telah mendisrupsi retail tradisional atau lebih akrab dikenal brick and mortar. Retail tradisional (toko tradisional) seperti pasar, atau lapak pedagang mulai menurun eksistensinya. Pasar tradisional yang biasannya didominasi oleh kaum lanjut usia yang masih menerapkan sistem belanja dengan membuka lapak, dan menunggu customer membeli produk mereka lama kelamaan dilupkan oleh orang-orang.

Era disrupsi memang telah banyak memberikan perubahan di bidang ekonomi, beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam menangani era disrupsi adalah mengahadapinya. Setiap orang diharuskan melek teknologi, karena masa sekarang sangatlah berbeda dengan masa lampau. Inilah salah satu peran penting pemerintah seharusnya mengenalkan teknologi pada setiap usia terutama kaum lanjut usia yang merupakan tulang punggung keluarga.

Selain itu, bagi setiap industri ekonomi sustaining innovation merupakan hal penting yang perlu dilakukan untuk tetap dapat mendongkrak produk mereka tetap eksis pada masa sekarang. Setiap industri harus bisa self disruption selalu berpikir kreatif dan innovatif untuk menghadapi era disrupsi.

Inovasi baru teknologi juga telah mempengaruhi sistem di bidang pendidikan, seperti munculnya Massive Open Online Course (MOOC) serta Artificial Intelligence (AI). MOOC adalah inovasi pembelajaran daring yang dirancang terbuka, dapat saling berbagi dan saling terhubung atau berjejaraing satu sama lin tanpa batas waktu dan tempat.

Sedangkan teknologi AI adalah mesin kecerdasan buatan yang dirancang untuk membantu proses kegiatan sehari-hari termasuk belajar mengajar. Baik MOOC dan AI tidak terasa telah banyak memberikan dampak yang begitu signifikan bagi pendidikan pada masa sekarang. Kegiatan belajar yang biasanya terjadi di gedung, sekarang ini telah bertransformasi ke dunia maya, tanpa harus bertemu dengan tentornya. Bahkan pendidikan bisa diakses di mana pun dan kapan pun.

Mudahnya mengakses ilmu pengetahuan kerap kali mengakibatkan setiap orang lebih senang mengakses setiap informasi lewat smartphone daripada membaca buku atau pergi ke tempat kursus. Saingan bidang pendidikan juga semakin pesat antara instansi baik dalam maupun luar negeri.

Teknologi sistem pendidikan siapa sangka mampu menggeser peran pengajar pendidikan, evolusi pembelajaran yang ditawarkan MOOC dan AI memunculkan pertanyaan kritis “masih relevankah peran pengajar di masa depan?” Fungsi pengajar lambat laun tidak bisa bersaing dengan sistem teknologi pendidikan. Namun, peran pengajar masih bisa dilakukan dalam hal penanaman pendidikan karakter, moral, etika, budaya, dan pengalaman yang tidak dapat dilakukan oleh mesin teknologi pendidikan.

Pengajar perlu mengubah sistem mengajar, dan menginovasi pembelajaran mereka untuk disesuaikan pada masa disrupsi era ini. Meninggalkan cara lama serta fleksibel dalam memahami hal-hal baru dengan lebih cepat. Strategi yang dapat dilakukan untuk menghadapi era disrupsi bidang pendidikan dengan merevolusi peran guru sebagai sumber belajar atau pemberi pengetahuan menjadi mentor, fasilitator, motivator, bahkan inspiratori mengembangkan imajinasi, kreativitas, karakter, serta team work murid yang dibutuhkan di masa depan.

Generasi muda sebagai agent of change perlu sikap yang kreatif, aktif, jujur, inovatif, dan promoter (KAJIP) karena tantangan yang dulu berupa kolonialisme telah berubah menjadi kompetisi global. Musuh pemuda yang diperangi bukan lagi senjata namun ketidakmampuan dalam bersaing di dunia serba teknologi.

Oleh karena itu setiap Generasi Z diharuskan melek teknologi untuk bersaing dalam era disrupsi. Pemerintah perlu menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan berkualitas, agar dapat bersaing di era ini.

Penulis Esai: Desi Melianawati (PR IPPNU Desa Ngagel – Kec. Dukuhseti – Kab. Pati)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama