Media Pembelajaran Interaktif Sejarah dengan Digital, Ini 16 Hal Penting!

Media Pembelajaran Interaktif Sejarah dengan Digital, Ini 16 Hal Penting!
Media Pembelajaran Interaktif Sejarah dengan Digital, Ini 16 Hal Penting! | freepik.com

MEDIA IPNU - Media Pembelajaran Interaktif Sejarah Lokal dengan Media Digital. Para pakar kurikulum mengajukan kritik terhadap pendidikan sejarah yang didominasi bahan hafalan. Dikatakan bahwa sejarah lebih menekankan memorisasi serta mengabaikan usaha pengembangan keahlian intelektual yang lebih besar. Pun tidak relevan dengan kebutuhan peserta didik (Partington, 1980).

Walaupun kritik tersebut bertolak dari realitas yang terdapat di Inggris, namun kelihatannya pula berlaku di Indonesia. Guru sejarah kurang mementingkan pelaksanaan keahlian berfikir kreatif serta kritis dalam pembelajarannya (Govinthasamy, 2002).

Di negara ini, ilmu sejarah sudah jadi salah satu mata pelajaran harus dalam kurikulum semenjak sekolah bawah. Tetapi pendidikan sejarah di banyak sekolah tidak lebih dari transfer ilmu guru ke siswa di dalam kelas lewat komunikasi satu arah. Siswa cuma jadi objek pasif yang memiliki kewajiban menghafal catatan yang didiktekan guru biar dapat menanggapi soal-soal yang hendak diujikan.

Tata cara pendidikan sejarah semacam ini sudah menjadikan pelajaran sejarah membosankan, sebab tidak membagikan sentuhan emosional, siswa merasa tidak ikut serta aktif dalam proses pendidikan. Media Pembelajaran Interaktif juga belum ada. Tata cara pendidikan yang kaku berdampak kurang baik buat jangka waktu panjang serta berpotensi menimbulkan generasi yang hadapi “amnesia sejarah” ialah melupakan sejarah bangsa sendiri.

1. Pendidikan Sejarah dan Media Pembelajaran Interaktif di Sekolah

Media Pembelajaran Interaktif Sejarah dengan Digital, Ini 16 Hal Penting!
freepik.com

Pendidikan sejarah di sekolah cuma selaku rangkaian fakta-fakta yang berbentuk urutan tahun, tokoh serta peristiwa belaka yang jauh dari area sosial peserta didik, paling utama di luar Jawa, sebab sepanjang ini modul kurikulum didominasi peristiwa sejarah di Pulau Jawa, sedangkan peristiwa serta kedudukan tokoh di wilayah lain yang tidak sedikit serta tidak kalah berartinya tercantum di Sulawesi Tenggara tidak sempat diajarkan. Modul pendidikan sejarah yang diberikan kepada peserta didik SD sampai SLTA tidak berbeda. Proklamasi kemerdekaan RI serta Perang Diponegoro, misalnya, dipelajari dari SD sampai SLTA, sehingga membosankan.

Pendidikan sejarah butuh diberikan dengan lebih hidup kepada peserta didik. Mereka tidak lumayan dijejali banyak aktivitas kognitif, menghafal pengetahuan melalui fakta- fakta yang telah mati pada masa kemudian, yang dilanjutkan dengan persoalan siapa, dimana, serta kapan sebagaimana banyak terjalin sepanjang ini.

Model pendidikan sejarah butuh ditunjukan buat menguasai fenomena masa kemudian dalam bermacam aspeknya supaya bisa menarangkan perkara pada masa saat ini. Pendidikan sejarah butuh mengaitkan antara peristiwa sejarah yang satu dengan peristiwa yang lain, sebab tidak terdapat peristiwa sejarah yang berdiri sendiri, sehinga peserta didik hendak lebih arif serta bijaksana dalam berperan.

Dengan demikian, pendidikan sejarah jadi lebih hidup serta guru sejarah tidak cuma membagikan pengetahuan kenyataan, melainkan mengajak siswa memandang dalam konteks era kemudian berhubungan dengan masa saat ini serta masa yang hendak tiba. Pelajaran dari peristiwa masa kemudian yang telah jadi anasir- anasir sejarah bisa digunakan dalam memaknai hidup yang tengah berjalan demi kemajuan pada masa depan.

2. Suplemen Kurikulum Muatan Lokal

Salah satu usaha pengembangan pendidikan sejarah merupakan dikembangkannya suplemen kurikulum muatan lokal ataupun Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan (KTSP). Inti muatan lokal merupakan program pembelajaran yang isi serta media penyampaiannya berhubungan dengan area alam, area sosial, area budaya, serta kebutuhan wilayah, dan harus dipelajari oleh siswa di wilayah itu.

Hasil Riset Sayono (2001) menampilkan perlunya penyempurnaan kurikulum pendidikan sejarah dengan menempatkan sejarah lokal selaku bahan ajar. Perihal ini buat menghindarkan siswa tercabut dari pangkal sosio- kulturalnya, sebab modul sejarah yang sangat dekat dengan keadaan psikologis siswa merupakan sejarah lokal. Peran sejarah lokal sangat urgen dalam pendidikan sejarah, serta diharapkan terdapat kesinambungan dalam pemikiran siswa supaya bisa merasa kalau diri serta lingkungannya ialah bagian dari kehidupan yang lebih luas ialah negeri kesatuan Republik Indonesia

3. Tujuan Pelaksanaan Sejarah Lokal dalam Pendidikan

Tujuan pelaksanaan sejarah lokal dalam pendidikan sejarah di sekolah merupakan (1) bahan belajar hendak lebih gampang diserap siswa, (2) sumber belajar di wilayah bisa lebih gampang dimanfaatkan buat kepentingan pembelajaran, (3) siswa lebih memahami keadaan area, (4) siswa bisa tingkatkan pengetahuan menimpa daerahnya, (5) siswa bisa membantu diri serta orang tuanya dalam rangka penuhi kebutuhan hidupnya, (6) siswa bisa mempraktikkan pengetahuan, perilaku, serta keterampilan yang dipelajarinya buat membongkar permasalahan yang ditemui di sekitarnya, serta (7) siswa jadi akrab dengan lingkungannya (Widja, 1989).

Mendengarkan pertumbuhan warga yang begitu lingkungan, hingga butuh kurikulum berwawasan lokal berstandar Internasional, sebab pertumbuhan kurikulum sejarah tidak terlepas dari aspek eksternal serta internal. Kurikulum nasional yang disusun bersumber pada kompetensi bawah dalam wujud Standar Internasional, hendak membagikan kesempatan luas kepada wilayah buat meningkatkan muatan lokal dalam pendidikan sejarah, sesuai dengan karakteristik khas tiap- tiap wilayah. Dalam meningkatkan kurikulum bermuatan sejarah lokal bisa dikemas dengan metode menjabarkan serta menaikkan bahan kajian dari KTSP mata pelajaran sejarah.

Pengembangan pendidikan sejarah bermuatan lokal butuh pula mendengarkan arah modul sejarah yang bertabiat Indonesia sentris. Arah gerak sejarah Bangsa Indonesia yang semula didetetapkan oleh kalangan elit/ penguasa, Mengarah ke gerak sejarah yang tidak cuma didetetapkan oleh kalangan penguasa, namun oleh rakyat Indonesia.

Dalam mengalami tantangan pendidikan sejarah yang demikian itu, kedudukan guru sejarah betul- betul memastikan tidak hanya selaku pelaksana kurikulum serta pengembang kurikulum sejarah. Pula wajib sanggup melaksanakan pengkajian sejarah lokal di dekat tempat tugasnya. Kesimpulannya, pendidikan sejarah betul-betul dapat membagikan kearifan hidup untuk peserta didik.

4. Pengkajian Sejarah Lokal untuk Media Pembelajaran Interaktif

Sebutan pengkajian sejarah lokal merupakan penyusunan sejarah dalam lingkup yang terbatas meliputi sesuatu posisi tertentu. Tidak hanya sebutan “sejarah lokal” pula kerap digunakan sebutan “sejarah wilayah”, tetapi sejarah wilayah kurang pas digunakan sebab sebutan“ wilayah” dapat berkonotasi politik, paling utama dalam imbangan antara “wilayah” dengan “pusat”, pemakaian sebutan itu. Pula dapat mengabaikan konsep etniskultural sebetulnya serta lebih mencerminkan unit posisi sesuatu pertumbuhan sejarah (Abdullah, 1985).

Bisa jadi sebutan neighborhood yang dimaksud Jordan (1968) selaku rangkaian peristiwa yang terjalin di area dekat bisa diterima dalam rangka pengkajian sejarah lokal buat kepentingan pendidikan sejarah.

Perlunya kajian sejarah lokal sebab buat mengenali kesatuan yang lebih besar, bagian yang lebih kecil juga wajib dipahami dengan baik. Kerapkali hal-hal yang terdapat di tingkatan nasional baru dapat dipahami dengan baik, apabila kita paham dengan baik pula pertumbuhan di tingkatan lokal. Pengembangan penyusunan yang bertabiat nasional sepanjang ini, kerap kurang berikan arti untuk orang-orang tertentu, paling utama yang terpaut dengan sejarah wilayahnya sendiri (Lapian, 1980).

5. Banyak Bagian Sejarah Bangsa Tidak Bisa Dibayangkan

Banyak bagian sejarah bangsa Indonesia, bukan saja tidak sempat dihayati, namun pula tidak sempat dibayangkan sebab minimnya data tentang peristiwa itu, sehingga terdapat begian-bagian sejarah wilayah kita sendiri yang luput dari warga pembaca sejarah. Selaku contoh keterbatasan pengetahuan orang-orang (apalagi yang berasal dari wilayah itu sendiri) tentang peranan berarti dan pertumbuhan perinci dari kerajaan-kerajaan semacam Aceh, Wolio, Wuna, Konawe, Mekongga, serta Laiwoi.

Maupun makna berarti dan perinci dari bentuk-bentuk pemerintahan yang sempat tumbuh di Indonesia semacam yang ada di Pulai Kei (Lurlim serta Ursiw), di Minangkabau dengan Kota Piliang, Barata di Wuna serta Buton, dan Pitu Dula Batu di Kerajaan Konawe, perlawanan rakyat Kolaka serta Kendari melawan Sekutu serta Belanda yang menggapai puncaknya pada dikala peristiwa 19 November 1945.

Rangkaian peristiwa tersebut belum banyak ditulis sehingga tidak dimengerti warga di Sulawesi Tenggara. Masih banyak lagi dapat dipakai contoh tentang kasus- kasus objek riset sejarah lokal yang tidak begitu diketahui di area warga Indonesia. Dengan demikian, kepentingan menekuni sejarah lokal, pertama- tama merupakan buat memahami bermacam peristiwa sejarah di daerah terdekat dengan lebih baik serta lebih bermakna.

Sejalan dengan itu, Lapian (1980) menampilkan kepentingan lebih lanjut dari kajian secara lokal, ialah: buat dapat mengadakan koreksi terhadap generalisasi-generalisasi yang kerap terbuat dalam penyusunan sejarah nasional. Selaku ilustrasi permasalahan generalisasi yang menyangkut periodisasi sejarah Indonesia yang kerap diberi sebutan Era Hindu.

Pada realitasnya terdapat daerah-daerah yang tidak memahami periode era Hindu (semacam Sangir-Talaud, Sewu, Rote, serta Daerah Sulawesi Tenggara). Terdapat pula daerah-daerah yang hingga saat ini masih berpegang pada Hinduisme (semacam Bali, serta sebagian Lombok). Di mari pula nampak kalau pengembangan penyusunan sejarah lokal hendak membagikan bahan pengecekan terhadap asumsi teoritis yang bertabiat menggeneralisasikan perkaranya buat segala Indonesia.

6. Aspek Positif dalam Pendidikan Sejarah Lokal

Terdapat sebagian aspek positif dalam pendidikan sejarah lokal, baik yang bertabiat edukatif psikologis ataupun yang bertabiat kesejarahan sendiri. Awal, sanggup bawa peserta didik pada suasana ril di lingkungannya serta sanggup menerobos batasan antara dunia sekolah serta dunia nyata di dekat sekolah. Dilihat secara sosio-psikologis dapat bawa peserta didik secara langsung memahami serta menghayati area masyarakatnya, dimana mereka ialah bagian di dalamnya (Douch, 1967; Mahoney, 1981).

Kedua, pendidikan sejarah lokal, hendak lebih gampang bawa siswa pada usaha buat mengenang pengalaman masa dulu sekali masyarakatnya dengan memandang suasana masa saat ini, apalagi bisa memproyeksikan kesempatan serta tantangan pada masa yang hendak tiba.

Dalam pendidikan sejarah lokal peserta didik hendak memperoleh banyak contoh serta pengalaman dari bermacam tingkatan pertumbuhan area masyarakatnya, tercantum suasana masa saat ini. Dengan demikian, mereka hendak lebih gampang menangkap konsep pergantian yang jadi kunci penghubung antara masa dulu sekali, masa saat ini, serta masa yang hendak tiba.

Jika dihubungkan dengan teori J. Bruner ataupun dalam ikatan dengan konsep- konsep pendekatan proses, hingga pendidikan sejarah lokal sangat menunjang prinsip pengembangan keahlian peserta didik buat berpikir aktif, kreatif serta struktural konseptual. Nyaris seluruh prinsip dalam rangka pendidikan siswa aktif sangat relevan dengan aktivitas pendidikan yang bermuatan sejarah lokal.

7. Modul dan Sumber Sejarah Lokal

Sesuai dengan watak modul dan sumber sejarah lokal, hingga peserta didik hendak terdorong buat jadi lebih peka area, begitu pula mereka hendak lebih terdorong meningkatkan keterampilan-keterampilan spesial semacam: mengobservasi, metode bertanya ataupun melaksanakan wawancara, mengumpulkan serta menyeleksi sumber, mengadakan klasifikasi dan mengenali konsep, apalagi membuat generalisasi, kesemuanya itu mendesak untuk pertumbuhan proses belajar bertabiat discovery inquiry.

Bila dihubungkan dengan pendekatan kurikulum yang bertabiat integratif sebagian mata pelajaran jadi satu kelompok, dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), hingga lewat pendidikan bermuatan sejarah lokal nampaknya integrasi itu hendak lebih gampang diwujudkan. Secara bersama- sama mata pelajaran ekonomi, geografi, sejarah serta sosial budaya dalam sutu posisi tertentu susah dipisahkan dengan tegas. Seluruh faktor kelompok mata pelajaran ini silih terpaut serta menjelma dalam bentuk kehidupan nyata dari warga secara totalitas (Berry serta Schug, 1984).

Pendidikan bermuatan sejarah lokal mengharapkan peserta didik ataupun guru wajib berhubungan dengan sumber-sumber sejarah, baik yang tertulis ataupun data lisan, baik berbentuk dokumen ataupun benda-benda semacam: bangunan, alat- alat, peta serta sebagainya yang mula-mula wajib dikumpulkan. Setelah itu dikritik dan diinterpretasikan saat sebelum dapat digunakan selaku bahan pendidikan sejarah lokal. Buat itu, guru sejarah butuh sesuatu persiapan spesial saat sebelum pendidikan bermuatan sejarah lokal dapat dilaksanakan secara efisien.

Kesusahan lain merupakan memadukan tuntutan pendidikan sejarah lokal dengan tuntutan penyelesaian sasaran modul yang sudah tertulis dalam kurikulum. Pada biasanya dalam kurikulum telah didetetapkan beberapa modul serta pokok- pokok bahasan yang wajib dituntaskan sesuai dengan alokasi waktu yang telah didetetapkan dengan ketat. Dengan demikian guru hendak hadapi dilema antara penuhi tuntutan kurikulum dengan usaha pengembangan pendidikan bermuatan sejarah lokal yang membutuhkan waktu yang relatif banyak, baik buat persiapan ataupun buat penerapan aktivitas pendidikan yang dicoba di luar kelas.

8. Tiga Model Pendidikan Sejarah Lokal

Terpaut dengan kasus tersebut, Douch (1967) mengemukakan 3 model pendidikan sejarah lokal. Awal, guru sejarah cuma mengambil contoh- contoh dari peristiwa lokal buat berikan ilustrasi yang lebih hidup dari penjelasan sejarah nasional ataupun sejarah dunia yang lagi diajarkan.

Di mari jelas tidak hendak terdapat permasalahan untuk usaha yang mengaitkan sejarah lokal dengan kurikulum pendidikan sejarah yang berlaku, sebab tidak terdapat pengambilan alokasi waktu yang telah disediakan serta tidak terdapat aktivitas spesial di luar kelas yang wajib dicoba guru serta peserta didik.

Kedua, dicoba dalam wujud aktivitas penjelajahan area. Dalam wujud ini peserta didik tidak hanya belajar sejarah di kelas, pula diajak ke area dekat sekolah buat mengamati langsung sumber- sumber sejarah serta mengumpulkan informasi sejarah. Aspek- aspek yang diamati tidak sekedar berbentuk sejarah dalam urutan- urutan peristiwa, namun pula bermacam aspek kehidupan yang terpaut semacam geografi, sosial ekonomi, serta sosial budaya.

Ketiga, riset spesial tentang bermacam aspek kesejarahan di area peserta didik. Peserta didik diorganisir buat menjajaki prosedur semacam yang dicoba periset handal, mulai dari pemilihan topik, membuat perencanaan, metode membuat analisis informasi hingga penataan laporan hasil riset.

Di antara 3 opsi tersebut, hendak lebih bijak bila diseleksi model kedua, sebab tidak hanya tidak mengusik modul yang sudah terdapat dalam kurikulum, pula bisa tingkatkan partisipasi siswa serta mendesak siswa buat lebih kreatif serta inovatif, dan bangga terhadap area sosialnya. Persoalannya saat ini, sepanjang mana guru sejarah sanggup merancang aktivitas pendidikan yang bisa mengaitkan dengan peristiwa sejarah lokal.

Sepanjang ini sumber- sumber sejarah lokal masih terbatas yang dibeberkan secara tertulis, bila terdapat itu biasanya ditulis oleh sejarwan pemula, sedangkan sejarawan handal cuma bahagia berdebat perkara metodologi yang pula telah ketinggalan era, sehingga cuplikan- cuplikan sejarah yang pernah ditulis pula tidak bisa memuaskan banyak pihak.

Di sisi lain, bila kajian sejarah lokal bisa dicoba secara handal dengan mengadaptasi metodologi riset sosial modern bisa menciptakan suatu yang berguna untuk warga serta pemerintah. Semacam, hasil kajin Sejarah Kota Kendari yang dicoba Regu dari FKIP Unhalu sukses menguak hari lahir Kota Kendari 9 Mei 1832.

Demikian pula riset Sejarah Kolaka yang dicoba oleh Regu yang sama sukses menguak sebagian kenyataan baru antara lain rangkaian peristiwa 19 November 1945 yang ialah puncak perjuangan rakyat Sulawesi Tenggara dalam mempertahankan kemerdekaan melawan sekutu serta Belanda sekalian bisa memperkaya muatan sejarah nasional Indonesia. 2 kajian terakhir sudah jadi acuan untuk pemerintah serta warga, utamanya guru sejarah dalam pendidikan di sekolah mulai SD hingga dengan SMA.

9. Pengembangan Strategi dan Media Pembelajaran Interaktif Sejarah

Supaya pendidikan sejarah sukses baik, tata cara yang digunakan wajib dapat mengkonstruk “ingatan historis” yang diiringi dengan“ ingatan emosional”. Tata cara pendidikan satu arah yang terdapat sepanjang ini cuma hendak mengkonstruk“ ingatan historis”. Siswa menjadikan sejarah cuma selaku fakta- fakta kering yang bertabiat hafalan tanpa terdapatnya ketertarikan serta atensi buat memaknainya, terlebih menggali lebih jauh.

Biar ingatan “historis” dapat bertahan lama, hingga butuh diiringi“ ingatan emosional”, ialah ingatan yang tercipta dengan mengaitkan emosi sampai dapat meningkatkan pemahaman dalam diri siswa buat menggali lebih jauh serta memaknai bermacam peristiwa sejarah.

Proses pendidikan setelah itu tidak cuma menyudahi pada penghafalan saja, namun siswa dapat aktif dalam komuniasi 2 arah dengan guru buat mengantarkan pendapatnya menimpa objek sejarah yang tengah dipelajari sebab semenjak dini dia sudah merasa jadi bagian dari proses pendidikan. Di sinilah urgensinya kajian sejarah lokal dalam pendidikan sejarah.

10. Pemakaian Model Pendidikan Cooperative Learning

Pemakaian model pendidikan cooperative learning ialah salah satu alternatif yang bisa dilaksanakan oleh guru dalam memberdayakan siswa secara aktif dalam menggali muatan sejarah lokal ke dalam pendidikan sejarah.

Model cooperative learning ini sanggup menempatkan siswa selaku subjek dalam menguak episode-episode sejarah lokal. Sebab pada dasarnya cooperative learning merupakan menggali kemampuan yang sesungguhnya telah dipunyai oleh tiap- tiap siswa.

Buat menunjang keadaan tersebut, guru memegang peranan berarti dalam menghasilkan atmosfer kelas yang`dapat membagikan keleluasaan dalam belajar serta mendesak siswa mengembangan kemampuan berpikirnya. Pemakaian model cooperative learning ini menempatkan guru selaku fasilitator, motivator, mediator serta evaluator.

Ini dalam upaya menolong siswa meningkatkan keahlian sosial serta keahlian berpikir kritis, supaya dia sanggup penuhi kebutuhan hidupnya, sanggup berkolaborasi dengan orang lain, serta sanggup buat berhubungan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

11. Sejarah Lokal Divariasikan dengan Media Pembelajaran

Media Pembelajaran Interaktif Sejarah dengan Digital, Ini 16 Hal Penting!
Media Pembelajaran Interaktif Sejarah dengan Digital, Ini 16 Hal Penting! | freepik.com

Pendidikan sejarah lokal bisa divariasikan dengan Media Pembelajaran Interaktif, media pc/internet serta materi yang secara empiris menampilkan produktivitas hasil belajar sejarah yang besar serta bisa mengaplikasikan pelbagai teori serta strategi pendidikan paling utama pendidikan kooperatif (Mohamad, 2002: 21; Alias, 2008: 135).

Kunjungan ke web sejarah (tata cara karyawisata) dapat dikatakan selaku salah satu tata cara yang bisa memunculkan “ingatan emosional”. Sehabis siswa diberikan fakta- fakta sejarah buat mengkonstruk “ingatan historis” dalam kelas, ingatan emosionalnya bisa tergali berkat kunjungan ke situs-situs sejarah. Tidak hanya tata cara karyawisata, sebagian tata cara alternatif dalam kaitannya dengan modifikasi pendidikan sejarah butuh dibesarkan.

Salah satu tata cara yang dapat diterapkan merupakan pemanfaatan media audiovisual. Pemutaran film dokumenter, semidokumenter, serta film layar lebar yang berlatar sejarah. Sehabis menyaksikan film, siswa hendak termotivasi menggali lebih jauh lagi “sejarah” yang terdokumentasikan ataupun yang terbuat tipe layar lebar.

Seseorang siswa yang usai menyaksikan film “Kedudukan Tokoh Haluoleo”, ataupun “Peristiwa 19 November 1945 di Kolaka” misalnya, hingga dia hendak termotivasi buat mengenali lebih lanjut kedudukan tokoh serta arti historis yang bisa dibesarkan di masa sekarang serta masa yang hendak tiba.

12. Pengembangan serta Pemanfaatan Media Digital Data dalam Sejarah

Berkaitan model pendidikan sejarah bermuatan sejarah lokal, hingga butuh pengembangan Media Pembelajaran Interaktif berbasis teknologi data buat memicu siswa. Sepatutnya guru tidak terpaku pada buku ajar, namun wajib meningkatkan media yang mengintegrasikan sejarah lokal. Karena ciri tiap sekolah berbeda sesuai dengan arah KTSP berbentuk keragaman.

Tidak bisa jadi memakai satu buku/media buat segala sekolah di Indonesia. Guru wajib sanggup meningkatkan modul dalam ukuran kekinian dengan mendekatkan modul pendidikan sesuai dengan kebutuhan serta keakraban permasalahan peserta didik. Pengembangan strategi pendidikan yang mengedepankan kegiatan siswa ialah upaya inovatif pendidikan sejarah.

Pengadaan media TIK buat aktivitas pendidikan dapat saja berasal dari sekolah itu sendiri ataupun dari pihak lain. Pada dasarnya tidak jadi permasalahan dari manapun asalnya media TIK yang hingga di sekolah. Pun yang malah lebih berarti lagi merupakan gimana mendalami supaya media TIK yang sudah ada di sekolah bisa dimaksimalkan pemanfaatannya untuk kepentingan pendidikan peserta didik.

Sebagian contoh media TIK yang mulai banyak ada di pasaran merupakan CD/ kaset audio, VCD, serta internet. Mencuat persoalan, kenapa memakai media teknologi informasi. Jawabnya: Mengirit waktu proses pendidikan, melatih pembelajar lebih mandiri dalam memperoleh ilmu pengetahuan.

Sehubungan dengan terus menjadi maraknya ketersediaan media TIK buat aktivitas pendidikan, baik di pasaran, yang diadakan sekolah sendiri ataupun yang diterima sekolah dari bermacam pihak, hingga saat sebelum memakainya di dalam kelas, sebagian panduan berikut ini butuh rasanya memperoleh atensi:

13. Menekuni Modul Pelajaran yang Dikemas dalam Media TIK

Akibat kemajuan TIK berusia ini, para guru bisa mencatat catatan websites yang memanglah muat modul pelajaran yang berkaitan dengan modul pelajaran yang hendak dibahas di dalam kelas. Tidak cuma mencatat website-nya namun pula modul pelajaran yang dikandung di dalamnya. Penugasan peserta didik mengakses websites tertentu hendaknya dicoba guru secara terencana. Demikian pula dengan alokasi waktu untuk peserta didik buat mengerjakan tugas yang diberikan.

Manakala di sekolah sudah ada fitur pc serta akses ke internet, hingga guru bisa menugaskan para peserta didiknya buat mendatangi websites yang dimaksudkan. Tidak cuma hanya mendatangi websites tertentu saja, namun para peserta didik pula ditugaskan buat mendiskusikan modul pelajaran yang dikemas di dalamnya.

Mengakses websites tertentu yang ditugaskan guru bisa saja dicoba peserta didik di luar jam pelajaran sekolah ataupun sepanjang peserta didik masih terletak di sekolah. Apabila sepanjang terletak di area sekolah, peserta didik bisa saja mengakses websites yang ditugaskan guru di lab komputer.

Peserta didik hendak merasa lebih bebas melakukan tugas yang diberikan guru apabila terdapat jam pelajaran kosong. Ataupun, setidak- tidaknya terdapat satu jam pelajaran yang diperuntukkan guru kepada peserta didik buat mengakses websites serta mendiskusikan materinya. Pastinya hendak lebih baik lagi apabila peserta didik melakukan tugas di luar jam pelajaran sekolah.

14. Merancang Waktu Pemanfaatan Media Pembelajaran Interaktif Digital

Terdapat sebagian guru yang bawa media Media Pembelajaran Interaktif TIK ke dalam kelas serta setelah itu memakainya kala dirinya merasa memerlukannya. Maksudnya, pemanfaatan media pendidikan dicoba sesuai dengan keinginannya. Apalagi, lebih ekstrim lagi, terdapat guru yang menugaskan para peserta didiknya buat menggunakan media pendidikan sebab dirinya berhalangan muncul mengajar di kelas.

Media pendidikan mana yang hendak dimanfaatkan peserta didik sewaktu guru berhalangan mengajar tidak didetetapkan alias diserahkan seluruhnya kepada peserta didik. Demikian pula dengan petunjuk ataupun pedoman yang butuh dicermati ataupun dilaksanakan oleh peserta didik sepanjang menggunakan media pendidikan.

Bersumber pada kondisi tersebut di atas, dapatlah dikatakan secara pendek kalau pada dasarnya guru tidak melaksanakan perencanaan tentang pemanfaatan Media Pembelajaran Interaktif yang ada di sekolahnya. Sementara itu pemanfaatan Media Pembelajaran Interaktif yang ada di sekolah pastinya ialah suatu yang seyogianya dicoba guru.

15. Media Pembelajaran yang Hendak Dimanfaatkan Siswa

Masih relatif hendak lebih terencana apabila media pendidikan yang hendak dimanfaatkan peserta didik itu sudah disiapkan serta setelah itu dititipkan kepada guru piket ataupun Kepala Sekolah. Pendampingan peserta didik dalam pemanfaatan media di mari pasti saja bisa dicoba oleh guru piket, tenaga Tata Usaha ataupun Kepala Sekolah.

Pemanfaatan media dalam aktivitas pendidikan dicoba secara terencana serta terintegrasi dalam agenda pelajaran sekolah. Selaku contoh guru yang hendak menggunakan media CD ataupun VCD dalam aktivitas pendidikan. Sehabis menekuni modul yang dikandung di dalam CD/ VCD, hingga guru ketahui persis kapan modul tersebut hendak dibahas bersama peserta didiknya. Dalam kaitan ini, guru pastinya dituntut buat membuat perencanaan pemanfaatannya.

Bermacam topik program media yang ada di dalam media CD/ VCD sudah terlebih dulu dipelajari guru sehingga bisa diintegrasikan dengan agenda pelajaran sekolah, baik menimpa harinya ataupun waktunya. Dengan terdapatnya perencanaan ini, hingga peserta didik bisa dikondisikan supaya peserta didik mempersiapkan dirinya serta sarana yang mereka perlukan saat sebelum aktivitas pemanfaatan media dicoba.

Demikian pula halnya dengan kesiapan guru itu sendiri, baik dalam menekuni modul pelajaran yang dikemas di dalam media CD ataupun VCD ataupun dalam mempersiapkan sarana yang diperlukan guru.

16. Mengkomunikasikan Rencana Media Digital kepada Siswa

Media Pembelajaran Interaktif Sejarah dengan Digital, Ini 16 Hal Penting!
Media Pembelajaran Interaktif Sejarah dengan Digital, Ini 16 Hal Penting! | freepik.com

Terdapat 2 alibi kenapa dinilai berarti mengkomunikasikan rencana pemanfaatan media TIK kepada peserta didik merupakan supaya peserta didik bisa mempersiapkan( a) dirinya buat menekuni modul pelajaran yang hendak disajikan lewat media TIK serta( b) sarana yang dibutuhkan buat menjajaki aktivitas pendidikan lewat Media Pembelajaran Interaktif TIK.

Dari sisi guru sendiri, terdapat tuntutan supaya guru lebih (a) mempersiapkan dirinya menimpa modul pelajaran yang hendak dibahas, (b) mempersiapkan sarana yang diperlukan( dalam keadaan baik) supaya tidak jadi hambatan sewaktu pemanfaatan media TIK dilaksanakan, serta (c) mempersiapkan ruangan yang hendak jadi tempat pemanfaatan media TIK (Siahaan, 2011).

Bagi Wahap (2000) yang sanggup melaksanakan itu seluruh merupakan guru yang memiliki latar pembelajaran sejarah serta mempunyai pengalaman pelatihan dalam aspek Media Pembelajaran Interaktif, tata cara serta modul pendidikan sejarah.

Kesimpulannya, guru sejarah wajib mempunyai latar balik pembelajaran sejarah serta butuh diberi pelatihan tentang Media Pembelajaran Interaktif serta tata cara pendidikan sejarah sehingga hasil pembelajarannya efisien serta efektif.

Media Pembelajaran Interaktif: Simpulan dan Penutup 

Bermacam kelemahan yang ditemui dalam pendidikan sejarah sepanjang ini, salah satu penyebabnya sebab modul yang diajarkan tidak terdapat kaitannya dengan area sosial siswa. Modul pendidikan terkesan cerita tentang tokoh, peristiwa, serta tahun yang jauh dari area siswa. Buat itu, integrasi sejarah lokal dalam pendidikan sejarah ialah sesuatu keharusan buat mengaitkan siswa dalam proses pendidikan, sehingga bisa berikan arti serta pemahaman kepada peserta didik.

Demikian pula pemakaian pendekatan, tata cara, serta Media Pembelajaran Interaktif yang bermacam-macam sangat dibutuhkan buat mendapatkan hasil yang maksimal. Guru sejarah tidak hanya wajib sanggup membuat perencanaan serta penerapan pendidikan, pula dituntut keahlian buat melaksanakan pengkajian sejarah lokal di dekat partisipan dididknya yang bisa dijadikan bahan belajar di sekolah.(dh)

Baca juga: 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama