![]() |
| Rasa Sense of Belonging pada Organisasi yang Membantuku Tumbuh |
MEDIA IPNU - Setiap orang membutuhkan tempat untuk kembali, tempat untuk bertumbuh, dan tempat untuk merasa diterima. Bagiku, tempat itu hadir dalam bentuk sebuah organisasi yang sederhana namun penuh makna. Dari sinilah “sense of belonging” mulai kutemukan—rasa yang perlahan mengikis ketidakpercayaan diri dan menumbuhkan keberanian baru untuk melangkah lebih jauh.
Aku adalah orang yang
tertinggal di kalangan pendidikan. Gagal pada ajang mencari gelar, tanpa ada
tambahan sarjana di belakang namaku. Namun, aku tetap tumbuh di kalangan
orang-orang berpendidikan.
Lewat sebuah organisasi di
kalangan pelajar yang dinaungi oleh Nahdlatul Ulama, yang mempunyai nama besar
IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) dan IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul
Ulama), aku bertumbuh. Sebuah organisasi yang membantuku berjalan serta
menemaniku tumbuh menjadi seseorang yang bisa berpikir, meski tidak sepandai
teman-teman lainnya.
Rekan dan Rekanita adalah
sebutan bagi kader-kader IPNU–IPPNU. Dididik dari ranah Pimpinan Ranting
(tingkat desa) dan berlabuh di ranah Pimpinan Anak Cabang (tingkat kecamatan).
Banyak cerita indah yang berakhir menjadi kenangan. Dengan segala pengalaman,
wawasan, dan relasi yang cukup besar, organisasi ini mampu membuatku menjadi
lebih maju. Sehingga aku bisa berkata, “Menjadi orang yang mampu berpikir itu
tidak harus di sekolah, tapi harus dimulai.” Kalimat ini dapat diartikan bahwa
semua orang mempunyai hak untuk berpikir. Semua orang memiliki kesempatan yang
sama besarnya, hanya saja yang membedakan adalah kemauan untuk memulainya.
IPNU yang lahir pada 24
Februari 1954 menapaki jejak sejarah panjang, melalui pergantian nama dan
perjalanan waktu hingga akhirnya bersemayam dengan nama yang kini aku kenal.
Nahkoda pertamanya ialah Dr. KH. M. Tolchah Mansoer. Sedangkan IPPNU berdiri
pada 2 Maret 1955, dengan ketua pertamanya Hj. Umroh Machfudzoh, istri dari
nahkoda pertama IPNU. Lahirnya IPPNU hanya selisih satu tahun dari IPNU,
menjadi penyeimbang, pelengkap, sekaligus tanda bahwa pelajar putra dan putri
mempunyai hak yang sama untuk tumbuh.
Setiap kader diberikan
kesempatan yang sama untuk memimpin, baik melalui forum resmi, panitia
kegiatan, maupun saat mengambil keputusan strategis di tingkat kepengurusan.
Proses ini menumbuhkan rasa percaya diri, diiringi kemampuan manajerial dan
resolusi konflik yang terasah secara praktis di lapangan. Mereka ditempa
menjadi pemimpin yang matang, berani menghadapi realita, dan mampu mengubah
setiap tantangan menjadi peluang nyata untuk kemajuan.
Makesta, Lakmud, Lakut, dan
Laknas adalah bentuk pengkaderan yang ada di IPNU–IPPNU. Namun, tidak hanya
itu, organisasi ini juga masih memiliki banyak bentuk pengkaderan lainnya.
Semua sudah ditata sesuai tupoksinya masing-masing, sehingga organisasi ini
menjadi sangat sistematis.
Berikut jenjang kepengurusan
yang ada di IPNU–IPPNU: pertama PK (Pimpinan Komisariat), biasanya bergerak di
ranah sekolah atau pondok pesantren; PR (Pimpinan Ranting) di ranah
desa/kelurahan; PAC (Pimpinan Anak Cabang) di ranah kecamatan; PC (Pimpinan
Cabang) di ranah kabupaten/kota; PW (Pimpinan Wilayah) di ranah provinsi; PP
(Pimpinan Pusat) di ranah negara Indonesia; dan PCI (Pimpinan Cabang Istimewa)
di ranah luar negeri. IPNU–IPPNU mempunyai struktur kepengurusan yang tertata
rapi, sehingga kader-kadernya mampu mengembangkan diri di tempat yang relevan.
Menginjakkan kaki di
organisasi ini bukanlah kebetulan, melainkan hasil pilihan dan amanah dari
orang-orang yang lebih dulu bergerak. Meski masih banyak kader yang merasa
dirinya hanya ikut-ikut saja, menurutku itu hanyalah proses pengenalan diri
terhadap organisasi ini. Dari sinilah aku mampu mengekspresikan diri dengan
bakat dan minat yang kumiliki — berawal dari orang yang tidak tahu apa-apa
hingga menjadi seseorang yang mampu berbicara di depan banyak orang penting.
Di sini, agenda-agenda yang
sangat bagus dikemas menjadi sebuah program kerja dan dikelompokkan
per-departemen. Mereka mampu berjalan dan tumbuh bersama. Keharmonisan,
kebersamaan, canda tawa, duka, perselisihan, hingga tangisan menjadi satu
kesatuan. Ikatan yang terjalin adalah ikatan batin yang sulit diputuskan.
Kami tidak hanya berbagi meja
dan tugas, tetapi juga berbagi rahasia, impian, dan rasa takut. Ketika tawa
mereda, yang tersisa adalah janji tak terucapkan untuk saling menjaga, baik
saat kami berada di garis depan perjuangan organisasi maupun saat kembali ke
kehidupan pribadi masing-masing.
Mereka adalah pengingat
konstan bahwa aku tidak sendirian dalam perjalanan ini. Terasa seperti keluarga
kedua yang menghiasi organisasi ini setiap hari, semakin melekat dan tumbuh
bersama. Titik tujuan utamanya adalah perubahan untuk kemajuan. Seiring
berkembangnya zaman, mereka mampu menjaga agar nilai-nilai keorganisasian tetap
eksis dan tidak kehilangan marwahnya.
Inovasi dilakukan, namun akar
tradisi dan keislaman Nusantara tetap dipertahankan. Ini adalah komitmen abadi:
bergerak maju tanpa mencabut jati diri. Transformasi digital dan adaptasi
terhadap isu-isu kontemporer menjadi bukti konkret bahwa organisasi ini tidak
hanya mengikuti zaman, tetapi juga memimpin perubahan di kalangan pelajar,
sehingga menjadi organisasi yang tak kalah dari organisasi lainnya.
Melangkah bersama dengan
tujuan yang sama serta saling bertukar pikiran. Bersama mengemban tugas dan
menghadapi segala rintangan yang ada. Ada yang datang dan ada yang pergi pada
waktunya. Di sini mereka tumbuh melalui pengalaman dan pengetahuan yang ada,
serta saling melengkapi sisi-sisi yang belum terpenuhi. Perbedaan di antara
anggota memberikan warna baru, sehingga banyak warna yang menghiasi organisasi
ini dan menjadikannya salah satu organisasi andalan di kalangan masyarakat.
Aku menemukan rumah di sini.
Mereka tidak hanya menjadi teman seperjuangan, tetapi juga pendengar dan support
system yang baik. Tidak hanya satu atau dua orang yang telah selesai
bertugas dan menjadi orang sukses. Di tempat yang sama, mereka hadir kembali
meski dari rahim yang berbeda. Aku merasa mereka sudah cukup kuat untuk
berjalan bersama.
Titiknya adalah pengembangan
diri, mendampingi yang tumbuh, merangkul yang baru lahir, hingga mampu menjadi
kader-kader hebat yang membesarkan lagi nama itu — nama yang kukenal sebagai
rumah untuk tetap berdiri tegak, kokoh, dan indah. Semua orang mempunyai porsi
yang sama. Mereka memiliki kesempatan untuk tumbuh, menjadi pemimpin masa depan
yang dinantikan.
Keindahan IPNU–IPPNU tidak
berhenti sampai di situ. Kisah cinta perjalanan dari sekadar teman menjadi
persahabatan, dari yang hanya tahu kini menjadi keluarga, dari yang tidak tahu
apa-apa kini menjadi pemimpin. Meski jalannya tidak mudah, mereka telah cukup
berhasil menjalankan tugasnya.
Di sini, integritas mereka
sangat diuji oleh cuaca yang akhir-akhir ini tidak menentu. Melawan waktu yang
terus berjalan, hujan pun mereka terjang. Tak kenal lelah, hingga sakit pun
mereka abaikan demi sebuah khidmah yang mereka jalankan. Sungguh mulianya
mereka.
Kali ini, detik-detik
perjalananku di organisasi ini akan segera berakhir. Meninggalkan kursi
kepengurusan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal fase pengabdian yang
baru — panggung khidmah yang sesungguhnya.
Aku percaya setiap kader yang
“lulus” dari IPNU–IPPNU akan membawa nilai-nilai luhur organisasi ke mana pun
langkah kaki mereka berpijak, menyebarkan semangat kebaikan dan perubahan di
tengah masyarakat luas.
Kututup perjalanan ini dengan
sebuah perayaan, meski akan ada kesedihan di sana karena kami akan berpisah
untuk melanjutkan perjuangan di tempat lainnya. Aku sangat bangga melihat
segala rintangan yang pernah mereka lewati serta kenangan indah yang akan
selalu diingat. Kalian berhasil menyelesaikan tugas ini sampai tuntas. Teruslah
melangkah di jalan kalian. Biarlah perpisahan ini menjadi titik koma, bukan
titik akhir. Karena esensi perjuangan ini akan terus mengalir dalam darah kami,
menggerakkan langkah-langkah kami di masa depan.
![]() |
| Rasa Sense of Belonging pada Organisasi yang Membantuku Tumbuh |
Seluruh pembelajaran ini
adalah warisan yang tak ternilai, bekal yang lebih berharga dari sekadar ijazah
formal. Dan di titik ini aku mengucapkan: Teman-temanku, Rekan dan Rekanitaku,
kalian hebat. Kalian kusebut sebagai pahlawan. Kalian adalah orang-orang
terbaik yang pernah aku kenal, tidak pernah merasa lelah meski dihantam dari
segala arah.
Sehat selalu, orang baik. Teruslah menjadi orang hebat yang aku kenal — yang tak pernah merasa lelah dan terus berdiri tegak di segala ujian. Selamat belajar, berjuang, dan bertakwa. Salam hormat untuk kalian.(son/sd)


Wow sangat inspiratif
BalasHapuskerenn
BalasHapusKeren banget ini
BalasHapus"Biarlah perpisahan ini menjadi titik koma, bukan titik akhir " Bagus kata2 nya kak
BalasHapus