Dua Kubu di PBNU: Kelompok Sultan dan Kelompok Kramat

Dua Kubu di PBNU Kelompok Sultan dan Kelompok Kramat
Rapat Pleno PBNU di Hotel Sultan, Jakarta. (Foto: Istimewa)

MEDIA IPNU – Dinamika internal di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kini kian memperjelas munculnya dua kubu. NU Online menyebut keduanya sebagai “Kelompok Sultan” dan “Kelompok Kramat”.

Istilah Kelompok Sultan merujuk pada nama hotel tempat Rapat Pleno yang digelar oleh pihak Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar (Kiai Miftach), pada 9–10 Desember 2025. Rapat Pleno tersebut membahas sekaligus menetapkan Penjabat (Pj) Ketua Umum PBNU setelah KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dinyatakan berhenti dari jabatan Ketua Umum PBNU pada 26 November 2025 pukul 00.45 WIB.

Adapun Kelompok Kramat mengacu pada nama jalan lokasi Kantor PBNU, yakni Jalan Kramat Raya. Di tempat inilah Rapat Pleno versi pihak Gus Yahya dijadwalkan berlangsung pada 11 Desember 2025.

Kedua kelompok memiliki jajaran pengurus dari unsur Syuriyah dan Tanfidziyah.
Dari unsur Syuriyah, Kelompok Sultan diisi antara lain oleh KH Anwar Iskandar, KH Afifuddin Muhajir, KH Ahmad Tajul Mafakhir, Prof M Nuh, Prof Asrorun Ni'am Sholeh, KH Cholil Nafis, KH Abdul Moqsith Ghazali, dan KH Sarmidi Husna.

Sementara unsur Tanfidziyah di Kelompok Sultan mencakup H Saifullah Yusuf, H Gudfan Arif, KH Zulfa Mustofa, Prof M Mukri, H Umarsyah, H Abdullah Latopada, H Choirul Sholeh Rasyid, H Suleman Tanjung, H Imron Rosyadi Hamid, dan KH Ahmad Fahrurrozi.

Pada Kelompok Kramat, jajaran Syuriyah antara lain terdiri atas KH A Muadz Thohir, KH Akhmad Said Asrori, KH Nurul Yaqin Ishaq, dan KH Aunullah A'la Habib.

Sementara jajaran Tanfidziyah di Kelompok Kramat meliputi KH Masyhuri Malik, H Amin Said Husni, H Ahmad Suaedy, H Rumadi Ahmad, H Ulil Abshar Abdalla, KH Miftah Faqih, M Najib Azca, H Hasanuddin Ali, H Mohamad Syafi' Alielha, dan H Nuruzzaman.

Aspirasi kedua pihak

Kelompok Sultan yang berada di bawah kepemimpinan Kiai Miftach berencana segera menetapkan Pj Ketua Umum PBNU. Mereka menilai Gus Yahya melakukan pelanggaran berat lantaran menghadirkan tokoh Zionis, Peter Berkowitz, sebagai narasumber dalam Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU).

Atas dasar itu, Kiai Miftach mengadakan Rapat dan mengeluarkan Risalah Harian Syuriyah pada 20 November 2025 yang meminta Gus Yahya untuk mundur atau diberhentikan dalam waktu tiga hari. Selanjutnya, pada 26 November 2025, Gus Yahya dinyatakan berhenti dari jabatan Ketua Umum PBNU, dan selama masa kekosongan tersebut, Kiai Miftach merangkap posisi Ketua Umum PBNU.

Di sisi lain, Kelompok Kramat berpendapat bahwa langkah Kiai Miftach tidak sesuai dengan AD/ART. Menurut kelompok ini, Kiai Miftach juga dianggap tidak memberikan ruang tabayun dan klarifikasi yang memadai kepada Gus Yahya terkait berbagai tuduhan yang diarahkan kepadanya.

Mereka menegaskan bahwa pemberhentian Gus Yahya tidak bisa dilakukan hanya melalui surat atau Rapat Pleno, sebab ia merupakan Mandataris Muktamar Ke-34 NU di Lampung. Bagi mereka, satu-satunya forum yang berwenang memberhentikan Gus Yahya adalah Muktamar atau Muktamar Luar Biasa.

Kelompok Kramat juga menyampaikan bahwa Gus Yahya telah berulang kali berupaya bertemu dengan Kiai Miftach untuk memberikan klarifikasi, namun upaya tersebut selalu gagal karena merasa terhalang.

Kelompok Kramat turut mendorong adanya islah sebagai jalan keluar terhadap persoalan di PBNU. Dorongan serupa datang dari sejumlah PWNU, PCNU, lembaga, dan banom. Para Mustasyar PBNU dan kiai sepuh di Pesantren Ploso serta Pesantren Tebuireng juga menyerukan hal yang sama.(dn)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama