Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah Al Ma’mun (01)

Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah Al Ma’mun
Ilustrasi: www.darus.id

MEDIA IPNU - Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah Al Ma’mun. Pada dasarnya setiap negara yang maju pasti didukung oleh faktor intelektual masyarakatnya yang juga maju.

Intelektual yang maju sangat mempengaruhi bidang apapun dalam kegiatan bernegara sehingga akan mampu memecahkan beragam permasalahan dalam negara tersebut.  Hal ini pula yang terjadi ketika masyarakat Islam mencapai puncak kemajuan pada masanya atau lebih dikenal masa itu sebagai the golden age of Islam.

Ketika dinasti Abbasiyah berkuasa, dunia timur laksana lampu yang menerangi kegelapan dunia. Banyak kota-kota dibeberapa daerahnya yang menjadi pusat intelaktual, seperti Baghdad, Samarqand, Kairo, Basrah, Kufah, dan lain-lain.

Dari beberapa kota tersebut yang memegang peranan paling penting sebagai pusat intelaktual ialah kota Baghdad yang sekaligus menjadi ibu kota dinasti Abbasiyah. Kota ini saat itu menjadi tempat yang didambakan oleh pelajar muslim dan non muslim dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Selain itu banyak pelajar-pelajar Eropa dikirim oleh kerajaannya untuk menimba ilmu ke kota Baghdad. Salah satu alasan penting yang membuat kota Baghdad menjadi pusat intelektual saat itu ialah berdirinya Baitul Hikmah.

Baitul Hikmah atau Rumah Kebijaksanaan merupakan bangunan megah dan besar yang berfungsi sebagai pusat penerjemahan, lembaga pendidikan, perpustakaan yang berisi ribuan buku, pusat penelitian, dan lain-lain.

Pendiri Rumah Kebijaksanaan ini terdapat perbedaan pendapat diantara para sejarawan, ada sebagian yang berpendapat bahwa Rumah Kebijaksanaan ini didirikan oleh Khalifah Abdullah al-Ma’mun (khalifah ke 7 dinasti Abbasiyah) dan ada pula sebagian yang berpendapat bahwa Rumah Kebijaksanaan ini didirikan oleh Khalifah Harun al-Rasyid (khalifah ke 5 dinasti Abbasiyah).

Namun sesungguhnya yang menjadi cikal bakal berdirinya Rumah Kebijaksanaan ini ialah pada masa pemerintahan Abu Ja’far al-Mansur (khalifah ke 2 dinasti Abbasiyah). Saat masa pemerintahannya beliau menerapkan kebijakan menerjemahkan buku-buku berbahasa asing kedalam bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara waktu itu, termasuk buku-buku maupun manuskrip yang telah dahulu mengalami peradaban maju seperti Yunani dan Persia.

Baru kemudian setelah masa pemerintahan Harun al-Rasyid, beliau memerintahkan agar buku-buku yang telah diterjemahkan pada masa kakeknya (Abu Ja’far al-Mansur) untuk ditempatkan dalam sebuah tempat khusus yang berfungsi sebagai tempat perpustakaan. Oleh karenanya beliau membangun sebuah tempat yang megah dan besar yang kemudian diberi nama Baitul Hikmah.

Setelah Rumah Kebijaksanaan berdiri, kemudian Khalifah al-Ma’mun (anak dari Khalifah Harun al-Rasyid) mengembangkannya dengan menjadikan Rumah Kebijaksanaan sebagai bangunan multifungsi, dari sebelumnya hanya sebagai perpustakaan menjadi pusat akademik dan penerjemah terbesar di dinasti Abbasiyah saat itu.

Beliau juga memperbanyak koleksi-koleksi buku yang ada dalam Rumah Kebijaksanaan, beliau juga melakukan sayembara kepada rakyatnya agar barang siapa yang mampu menciptakan sebuah karya, maka ia akan mendapatkan emas sesuai karya yang diciptakan. Dengan demikian, rakyat semakin termotivasi dan kegiatan intelektual pun semakin ramai di kota Baghdad, khususnya di Rumah Kebijaksanaan.

Selain itu, Khalifah al-Ma’mun juga mengundang para penerjemah asing dan ulama besar untuk mengembangkan penerjemahan buku-buku berbahasa asing sebagaimana dilakukan oleh khalifah sebelumnya. Saat itu penerjemah yang paling dikenal ialah Hunain bin Ishaq, yakni seorang dokter beragama Kristen yang diberi gelar sebagai “bapak penerjemah Arab”.

Faktor-Faktor Pembentukan Baitul Hikmah

Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah Al Ma’mun (01)
Kota Baghdad dan perkembangan ilmu pengetahuannya pada masa Dinasti Abbasiyah. Foto: Sketsa 1001 Invention

Pada dasarnya Baitul Hikmah (House of Wisdom) yang telah didirikan oleh Khalifah Harun al-Rasyid ini mempunyai faktor-faktor dalam pembentukannya, diantaranya ialah sebagai berikut:

Melimpahnya kas negara dan tingginya apresiasi khalifah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, seperti filsafat, astronomi, kedokteran, dan musik. Oleh karenanya dengan kas negara yang begitu besar tersebut mendorong khalifah untuk mengembangkan pendidikan dengan membangun berbagai fasilitas untuk mempermudah rakyatnya mendapatkan pengetahuan. Kebijakan khalifah ini mendapat sambutan yang meriah dari masyarakat dan mereka pun juga giat dalam acara-acara majelis ilmu.

Adanya apresiasi yang tinggi dari masyarakat terhadap ilmu pengetahuan, bahkan orang yang berilmu dan mempunyai banyak karya dipandang sebagai orang yang mempunyai derajat yang tinggi. Selain itu, saat itu tidak ada diskriminasi dalam bidang pendidikan, baik terhadap agama, ras, suku, etnis, status sosial, dan lain-lain. Untuk memenuhi masyarakat yang haus akan ilmu tersebut, maka dibuatlah sebuah bangunan yang besar dan megah yang dinamakan House of Wisdom yang didalamnya terdapat berbagai fasilitas yang mempermudah pengetahuan.

Adanya keinginan khalifah mengembangkan ilmu eksakta yang sebelumnya dipelopori oleh kerajaaan maju sebelumnya, yakni Yunani dan Persia. Oleh karenanya khalifah melakukan kebijakan penerjemahan terhadap buku-buku klasik masa Yunani dan Persia tersebut kedalam bahasa Arab untuk dijadikan dasar rujukan bagi peneliti-peneliti dinasti Abbasiyah dalam mengembangkan ilmu-ilmu eksakta yang lebih maju.

Selain itu penerjemahan ilmu filsafat zaman Yunani dan Persia dilakukan oleh khalifah agar umat Islam mampu mengimbangi perdebatan dengan Yahudi dan Nasrani dalam hal logika. Oleh karenanya khalifah mewadahi gerakan penerjemahan yang dipeloporinya dengan pembentukan House of Wisdom.

Adanya keinginan khalifah untuk mengambil sisa-sisa peradaban bangsa yang telah maju seperti Yunani dan Persia sebagai bekal membangun dinasti Abbasiyah yang kuat dan maju. Khalifah meyakini bahwa kemajuan intelektual itu merupakan kunci majunya suatu negeri seperti halnya Kerajaan Yunani dahulu yang maju karena banyaknya ilmuan cemerlang yang membantu berjannya kerajaan misalnya Plato, Aristoteles, Thales, dan lain-lain.

Khalifah juga melihat bahwa kerajaan di Eropa mengalami masa kegelapan karena mereka meninggalkan ilmu pengetahuan yang telah dikembangkan Kerajaan Yunani dan malah lebih suka berperang menaklukkan bangsa lain. Oleh karenanya, khalifah melakukan kebijakan dengan mengambil sisa-sisa ilmu pengetahuan Yunani dan Persia yang diwujudkan dengan penerjemahan yang kemudian memprakarsai pembentukan House of Wisdom.

Penulis: Khoirus Sahro (Kader IPPNU PAC Purwosari, Pasuruan, Jatim)

Kunjungi Bagian Artikel :

Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah Al Ma’mun. Ini Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah Al Ma’mun. Info Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah Al Ma’mun. Tentang Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah Al Ma’mun. Jika Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah Al Ma’mun. Maka Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah Al Ma’mun. Jadi, Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah Al Ma’mun. Misalnya, Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah. Namun, Baitul Hikmah Berkembang Pesat Masa Khalifah. Ini Baitul Hikmah Berkembang Pesat. Tentang Baitul Hikmah Berkembang Pesat.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama